jurnal-investasi
header-add

Opini

Umkmku

Infoin

Mengenal Sosok

Inve-story

Unggulan

Hot News

Proyek Strategis Nasional Jangan Jadi Monster Menakutkan

Achmad Zaenuddin - Jurnal-Invetasi


Nov 21 2024

Nasional, Jurnal Investasi - Minggu ini ramai berita terkait bentrok yang terjadi antara warga dan aparat di Pulau Rempang. Awalnya kerusuhan pecah antara warga dengan petugas gabungan Polri, TNI, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Satpol PP pada Kamis, 7 September lalu. Hal itu ditenggarai lantaran warga menolak pengukuran lahan oleh BP Batam untuk pengembangan kawasan Rempang Eco-City.

Dorong mendorong antara warga dan aparat gabungan terjadi. Polisi menembakan gas air mata, warga berlarian menyelamatkan diri. Nahasnya, menurut pihak kepolisian Gas air mata terbawa angin sampai ke sekolah SD Negeri 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang. Siswa berhamburan meninggalkan kelas menyelamatkan diri menuju hutan di belakang sekolah. Dalam video yang diunggah di media sosial terlihat siswa SD menangis ketakutan, beberapa orang guru terlihat panik karena bentrokan warga dan gas air mata tersebut. Berdasarkan informasi yang diterima Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad 11 orang siswa dan 1 orang guru. Selain itu 1 orang balita yang rumahnya berdekatan dengan kejadian mengalami pingsan dampak gas air mata. Sekitar 8 orang warga diamankan aparat kepolisan. Tidak lama berselang, 1 orang warga dibebaskan karena tidak terbukti melakukan penyerangan. Kemudian pada tanggal 10 September, 7 orang lainnya ditangguhkan penahanannya, Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi ikut sebagai penjamin penanguhan tahanan.

Empat hari kemudian, Senin, 11 September, seribuan orang masyarakat adat Melayu menggelar aksi didepan kantor BP Batam. Dalam tuntutannya massa aksi menolak penggusuran warga Rempang-Galang, meminta aparat menhentikan intimidasi terhadap warga, menuntut Polri-TNI membubarkan posko di Rempang dan mendesak Presiden Jokowi membatalkan penggusuran Kampung Tua Pulau Galang massa aksi yang juga dihadiri oleh warga Melayu dari berbagai daerah di Indonesia berakhir kisruh. Polisi lagi-lagi menggunakan gas air mata dan juga water cannon. Polesta Balerang dan Polda Kepri menahan 43 orang.

Konflik agraria kerap kali terjadi di Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria dalam catatan akhir tahun 2022 menyebut ada 212 kasus. Jumlahnya meningkat dibanding tahun 2021 sebanyak 207 kasus. Menurut Komisi II DPR (9/4/2023) dalam lima tahun belakang terjadi 2.288 konflik, sebanyak 1.437 orang dikriminalisasi karenanya, 776 orang dianiaya, 75 orang tertembak dan 66 Orang tewas di wilayah konflik agraria. Dalam kasus warga Rempang Galang berhadap-hadapan dengan pemerintah dan pengembang PT. Makmur Elok Graha dan Xinyi Grup.

Pulau Rempang Galang Dalam Sejarah

“Menurut Sahibulhikayat selanjutnya, dalam perlawanan dengan Portugis diperairan selat Riau, antara Batam-Bintan gugurlah Laksemana Khoja Hassan, bermakam di Bukit Pantar dan digelari Marhum Bukit Pantar. Sebagai ganti almarhum diangkatlah Hang Nadim sebagai Laksemana yang sangat masyhur perkasa, gagah-berani menghalau armada Portugis, dari perairan Riau. Perang berkecamuk siang malam dilakukan, berkelit dengan teluk-tanjung pulau-pulau Segantang Lada. Kejar berkejaran selusur pantai sepanjang perairan Pulau Batam hingga Rempang-Galang. Sampai ke Kundur dan Halimun”.

Dalam buku Cerita Rakyat Dari Batam (hal 18), B.M Syamsuddin menyebut Rempang-Galang sebagai bagian dari kawasan yang dijaga mati-matian oleh Laksamana Hang Nadim dari upaya pengabi-lalihan oleh armada Portugis. Tentunya bukan tanpa alasan, gugus Kepulauan Riau yang terdiri dari 329 pulau (termasuk pulau Rempang dan pulau Galang) punya nilai strategis tersendiri bagi siapapun yang menguasai karena menjadi jalur tranportasi internasional penghubung kawasan timur dan barat. Bagi Kerajaan Malaka jatuhnya gugus Kepulauan Riau ibarat membuka pintu masuk selebar-lebarnya kepada siapapun termasuk para lanun dan penjajah asing. Karena sangat strategis Portugis berusaha keras agar selat Malaka jatuh. Tahun 1511 Kerajaan Malaka berhasil dikalahkan Portugis. Sultan Mahmud Syah, raja terakhir Malaka memindahkan kerajaan ke Bintan, Portugis terus mengejar dan Bintan pun dibumihanguskan. Mahmud Syah dan hijrah ke Kampar dan wafat disana tahun 1528. Berakhirlah hikayat kerajaan Malaka yang mashur sebagai pusat kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara dan pusat perdagangan. 

Pulau Rempang juga menjadi ingatan tersendiri bagi negara Jepang. Saat Jepang kalah pada Perang Dunia II sekitar 27.000 orang pasukan dari Negara Sakura itu menunggu penjemputan pulang. Dalam penantian di pulau tersebut ratusan orang tentara Jepang meninggal dunia. Pada tahun 1981 warga Jepang membangun Tugu Minamisebo dibawah lembaga Rempang Frienship Association (RFA). 

Berdasarkan Kesejarahan Rempang-Galang masa lampau bisa dilihat dalam catatan arsip Belanda dan Kesultanan Riau Lingga. Setidaknya sejak Abad 19, sejumlah sumber Belanda dan arsip Kesultanan Riau Lingga menunjukkan daerah Rempang dan Galang sudah ramai penduduknya. Catatan Elisha Netscher dalam Beschrijving van Een Gedeelte Der Residentie Riouw (1854), ada 18 pabrik pengolahan gambir (bangsal) di Kepulauan Riau tahun 1848 (Dedi Arman : Republika, 8/9/2023)

Dikutip dari Kompas.id, Pulau Rempang memiliki luas wilayah 16.583 hektar. Pulau itu terdiri dari dua kelurahan, yakni Rempang Cate dan Sembulang. Keduanya masuk dalam wilayah Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 7.512 jiwa yang tinggal di pulau Rempang. Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua atau permukiman warga asli. Warga asli tersebut terdiri dari suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat. Suku Orang Darat atau Orang Oetan sudah dijumpai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak tahun 1830.

Catatannya tentang kunjungan pemerintah Hindia Belanda dimuat dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930 (Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930). Laporan ini ditulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930 (Republika, 2 Februari 2014).

Potensi Ekonomi

Paham akan potensi strategis yang dimiliki pulau Rempang pemerintah melalui Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 menambahkan Pulau Rempang masuk dalam Proyek Strategis Nasinal.

Diharapkan proyek di pulau seluas 165 km2 itu mampu memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Kepri. Kerjasama pemerintah dengan BP Batam dan PT. Makmur Elok Graha (MEG) digadang-gadang bakal menjadi pesaing Malaysia dan Singapura. Rempang Eco-City disiapkan menjadi Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif (KWTE), juga menjadi kawasan industri manufaktur, perdagangan barang dan jasa.

Sejauh ini pemerintah sudah meneken kerjasama sebesar 135 triliun dengan Xinyi Grup International Investment Limited. Perusahaan asal Hongkong tersebut diharap mampu membantu Indonesia dalam hal hilirisasi pasir kuarsa dan silika untuk kemudian dapat dioleh di dalam negeri menjadi kaca panel surya. Kawasan ini diprediksi mampu menyerap tenaga kerja hingga 35 ribu orang. 

Menariknya disini, Pulau Rempang merupakan kawasan Taman Buru yang merupakan bagian dari kawasan hutan konservasi yang dilindungi undang-undang. Taman Buru merupakan kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk untuk aktivitas perburuan dengan aturan-aturan tertentu. Termasuk jenis senjata yang dipakai dan jenis hewan buruan yang diperbolehkan.

Terkait Taman Buru Pulau Rempang ditunjuk berdasarkan SK. Menhut No.357/Kpts-II/1986 Tanggal 29 September 1986 dengan luas kawasan 16.000 Ha. Secara geografis, Taman Buru Pulau Rempang terletak di 0o47’ - 0o57’LU dan 104o05’ - 104o16’BT.

Hal ini juga diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor : SK. 76/IV-KKBHL/2015 Tentang Nomor Register Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam Dan Taman Buru. Taman Buru Pulau Rempang juga merupakan habitat flora dan fauna dengan potensi kawasan :

Flora : bakau (rhizophora sp.), tiup-tiup (adinandra dumosa), riang-riang (ploiarium albermifolium), pasak bumi (erichroma sp), meranti (shorea sp.), bintangur (calophyllum spp), pelawan (tristania sp.), resam/pakis (pteridium aquilinum), kemunting (rhodomyrtus tomentosa), mata merah, pelawan (tristania obovata), pandan laut (pandanus spesimen), pelongot, api-api (avicenia marina), cengal (bruguiera gymnorhiza), nyirih (xylocarphus granatum), dan pelepat (sonnetaria alba).

Fauna : babi hutan (sus scrofa), cagak (corpus sp), pelanduk atau napuh (tragulus napu), ular, macan akar, monyet ekor panjang (macaca fascicularis), beberapa jenis burung seperti tekukur, murai batu, elang laut (hariaetus leucugasfer), dara laut kecil (sferna albifrons), dan lain-lain (bbksda-riau.id).

Dalam komunikasi via Whatsapp, Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye pesisir dan laut Walhi menyampaikan pihaknya sedang bersurat ke KLHK memastikan tidak ada pelapasan kawasan hutan di Rempang. Menurutnya hutan-hutan di pulau kecil itu tidak bisa diubah semaunya karena pulau kecil memiliki kerentanan tinggi. 

Melihat peristiwa yang terjadi di Pulau Rempang dan juga di daerah lain di Indonesia dengan alasan investasi jangan menjadi monster di tengah kehidupan masyarakat yang masih tertatih memperbaiki taraf hidup akibat dampak pandemic. Demi proyek investasi jangan juga merampas hak asasi manusia dan merusak lingkungan hidup. Mendengar kata proyek strategis nasional disebut yang terbayang adalah penggusuran, bentrokan antara aparat dan warga, ibu-ibu teriak histeris dan anak-anak kecil menangis ketakutan. Teringat peristiwa di Wadas-dan sekarang-Pulau Rempang.

(Hotmar Simanjuntak)

Tags:

##Proyekstrategisnasional #Achmad zaenudin #galang #Batam #Melayu adat #konflik #Rempang #ricuh

Komentar :

    Belum ada komentar.

Berikan Komentar