Banten 24 Tahun: Antara Kemajuan dan Potensi yang (Masih) Belum Terwujud
Hotmartua Simanjunta - Jurnal-Invetasi
Nov 21 2024
Banten, provinsi yang dulunya dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan terbesar di Nusantara, kini genap berusia 24 tahun. Sejak resmi berdiri pada tahun 2000, banyak harapan dan cita-cita besar yang digantungkan pada wilayah yang pernah berjaya dengan pelabuhan legendarisnya, Karangantu. Namun, dua dekade lebih berlalu, kita harus jujur, apakah Banten sudah memenuhi potensinya, atau justru masih tertinggal di banyak aspek? Mari kita bedah satu per satu sambil tetap berpijak pada kenyataan, dan mungkin juga, sedikit humor agar tidak terlalu berat!
Pelabuhan Karangantu: Kemegahan Masa Lalu
Pertama, mari kita flashback ke masa ketika Banten menjadi pusat perdagangan internasional. Menurut Tom Pires dalam bukunya "Mengenal Sejarah dan Purbakala Kota Banten Lama", Pelabuhan Karangantu adalah pelabuhan terbesar kedua setelah Sunda Kelapa di Jayakarta. Saat itu, Banten adalah bintangnya Nusantara, dengan lada sebagai "emas hitam"-nya. Pedagang dari Tiongkok, India, Timur Tengah, hingga Eropa berlalu-lalang di sini, membawa berbagai komoditas.
Namun, di mana posisi Banten sekarang dalam peta perdagangan internasional? Jauh dari hiruk-pikuk perdagangan global. Pelabuhan Merak memang penting, tetapi lebih sebagai pelabuhan penyeberangan domestik daripada pintu gerbang perdagangan internasional. Potensi untuk kembali ke masa kejayaan? Ada, tetapi tampaknya kita masih terlalu sibuk mengurusi macetnya jalan tol menuju pelabuhan daripada mempercepat perdagangan internasional. Ah, siapa yang butuh internasional kalau lokal saja sudah membuat pusing, bukan?
Merak, Cilegon, dan Prospek Perdagangan Global
Meskipun demikian, ada cahaya di ujung terowongan. Dengan pelabuhan Cilegon yang terus berkembang dan perbaikan infrastruktur seperti Tol Trans-Jawa, Banten masih punya peluang besar. Namun, kita tidak boleh terlalu optimis. Seperti kata pepatah, "Jangan menghitung lada sebelum ditanam." Dunia perdagangan internasional sangat kompetitif, dan tanpa modernisasi pelabuhan serta perbaikan tata kelola, impian Banten menjadi pusat perdagangan global mungkin akan terus menjadi cerita yang kita ceritakan anak cucu saat makan malam.
Untuk saat ini, perdagangan Banten masih lebih banyak berputar pada industri domestik, terutama di sektor industri berat dan manufaktur di Cilegon. Sayangnya, belum ada tanda-tanda bahwa Banten akan kembali bersaing dengan pelabuhan global lain seperti Singapura atau bahkan Tanjung Priok di Jakarta.
Pendidikan dan Pemuda: Harapan yang Menerangi Masa Depan
Sekarang, mari kita bahas aspek yang lebih membangkitkan optimisme: pendidikan. Dibandingkan masa lalu yang penuh perdagangan lada, Banten saat ini mulai dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan di Indonesia. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) telah berkembang menjadi salah satu universitas negeri terkemuka. Ini adalah bukti bahwa pendidikan di Banten telah mengalami kemajuan, meskipun, seperti pelabuhan Karangantu, masih banyak yang perlu ditingkatkan.
Tingkat partisipasi sekolah juga meningkat, namun kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah klasik. Banyak anak-anak di daerah pedalaman seperti Lebak dan Pandeglang yang masih kesulitan mendapatkan akses pendidikan berkualitas. Jadi, Banten punya potensi? Tentu saja, tapi seperti pelajar yang menunggu nilai ujian, potensinya ada, tinggal bagaimana dikerjakan.
Peran Pemuda: Antara Harapan dan Tantangan
Dalam 24 tahun perjalanan ini, pemuda Banten juga telah menunjukkan partisipasi yang signifikan. Organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) dan Gerakan Pemuda Banten lainya telah aktif dalam berbagai inisiatif sosial dan ekonomi. Pemuda ini seolah menjadi motor penggerak perubahan, dengan banyak dari mereka terlibat dalam aksi-aksi sosial dan gerakan pendidikan. Mereka ini adalah cerminan bahwa Banten masih memiliki energi muda yang dapat membawa provinsi ini ke arah yang lebih baik.
Namun, di balik itu semua, kita juga harus realistis. Tantangan yang dihadapi pemuda Banten tak sedikit. Urbanisasi dan kurangnya kesempatan di daerah pedesaan membuat banyak pemuda memilih hengkang ke Jakarta atau kota besar lainnya. Selain itu, dengan arus informasi dan teknologi yang pesat, pemuda Banten harus mampu beradaptasi agar tidak tertinggal dalam persaingan global.
Pencapaian Positif: Jangan Lupa, Ada yang Harus Diapresiasi
Meskipun kritik adalah bagian dari refleksi, kita juga harus adil dalam menilai. Ada banyak pencapaian positif yang patut diapresiasi di Banten. Misalnya, pertumbuhan ekonomi di kota-kota besar seperti Tangerang dan Tangerang Selatan yang terus melaju pesat. Wilayah-wilayah ini tidak hanya tumbuh sebagai pusat bisnis dan industri, tetapi juga sebagai wilayah perumahan modern yang mendukung gaya hidup urban. Selain itu, Banten juga mulai mengembangkan sektor pariwisata, terutama di daerah Pandeglang dan Lebak yang kaya akan potensi wisata alam.
Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Banten telah menurun menjadi 6,07% pada 2023—sebuah pencapaian yang tidak boleh diabaikan. Infrastruktur publik, meskipun belum sempurna, juga terus mengalami peningkatan di beberapa wilayah. Tapi tentu saja, kita masih menunggu saat di mana semua jalan di Banten tidak lagi dipenuhi lubang yang bisa jadi kubangan sapi jika hujan datang.
24 Tahun dan Setengah Jalan Menuju Kejayaan
Seperti seorang remaja yang baru memasuki masa dewasa, Banten di usia 24 tahun masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh dan berkembang. Sejarah kejayaan masa lalu, terutama sebagai pusat perdagangan lada, adalah inspirasi yang tak boleh dilupakan. Tapi inspirasi saja tidak cukup tanpa aksi nyata untuk mewujudkan potensi yang ada.
Perlu perbaikan di berbagai sektor: dari modernisasi pelabuhan, pemerataan akses pendidikan, hingga pengembangan industri kreatif dan pariwisata. Jika Banten mampu memaksimalkan seluruh potensinya, bukan tidak mungkin provinsi ini akan kembali menjadi pusat perhatian, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.
Jadi, mari kita optimis, tetapi juga realistis. Siapa tahu, 24 tahun dari sekarang, kita tidak hanya membicarakan sejarah kejayaan Banten, tetapi juga masa depan yang cerah. Dan jangan lupa, kalau tidak ingin Banten hanya jadi bumbu cerita di buku sejarah, kita semua harus ikut bergerak!
Penulis: Hotmartua Simanjuntak, S.Hum
Hotmartua Simanjuntak adalah sarjana lulusan Sejarah Peradaban Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Banten Jakarta periode 2022 dan merupakan pendiri sekaligus Ketua Umum Gerakan Hak Asasi dan Reformasi Indonesia Sejahtera (GHARIS). Aktif dalam berbagai isu sosial dan HAM, ia terus berjuang untuk kesejahteraan dan kesetaraan di Indonesia.
Tags:
#Banten 2024 #refleksi Baten #Banten Bangkit #Sejarah Banten #Pemuda Banten #Hotmartua Simanjuntak
Belum ada komentar.